.quickedit{ display:none; }
Teater; Dunia Tuhan atau Syetan...!?

Oleh; Imam Labib H.R*
(Aplikasi Dunia Teater Dalam Panggung Sandiwara Ke-Sejati-an)


Orang bilang dunia seni merupakan dunia miskin, gak jelas tanpa adanya masa depan yang cerah dan selalu identik dengan pandangan yang serba negatif. Benarkah orang yang berkecimpung dalam dunia seni tidak memiliki kantong tebal dengan celana sobek-sobek, rambut gondrong, acak-acakan, tidak pernah serius, tidak memiliki disiplin diri dalam hal kebersihan atau lain sebagainya. Betulkah orang yang bergelut dalam seni hidup tanpa aturan dan seenak perutnya. Semuanya juga hasil pandangan orang lain serta tingkah laku dari si pelakunya sendiri yang kurang memahami dan memaknai akan apa arti seni.”Dan bukanlah kehidupan di dunia ini sebagai bentuk aplikasi dari main-main dan senda gurau belaka. Padahal kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kalian memahaminya?” (Al An’am: 32)


Hakekatnya seni merupakan bentuk keindahan dan kelembutan yang membuat orang terpesona akan hasil karyanya dan menjadikan kepuasaan tersendiri bagi si penikmat seni dan pembuatnya. Seni adalah hati, hati identik dengan kelembutan. kelembutan unsur dari keindahan, keindahan aplikasinya menuju pada kedamaian. Kedamaian adalah inti ke-ma’rifat-an tentang TUHAN. Sedangkan TUHAN adalah segala-galanya. Dalam hal inti, tak selamanya sesuatu yang berbau seni itu menjerumuskan dalam perkara yang negatif. Bahkan sejatinya seni itu bisa mendatangkan sesuatu yang sangat besar dan berharga asalkan si pencipta seni dapat membuat karyanya yang sangat memukau untuk diri sendiri atau orang lain. Biasanya sebuah karya seni dikatakan indah apabila dihasilkan dari perasaan yang sangat lembut keluar dari dalam diri si pencipta. “Allah itu indah dan menyukai yang indah-indah”. “Salah satu yang dibutuhkan untuk menghaluskan jiwa kita adalah seni” ( Prof. DR. Buya Hamka).

Karya seni ada berbagai macam bentuk salah satunya bisa diciptakan melalui aktifitas memerankan sesuatu diatas panggung sandiwara seperti teater. Dalam teater ada berbagai tahapan atau tingkatan untuk menghasilkan lakon yang terbaik dalam memainkan peran sandiwaranya diatas panggung. Seperti dalam dunia Tuhan (red; bumi panggung sandiwara Tuhan) manusia sebagai pemeran utamanya harus memerankan lakonnya sebagai pemain sebaik mungkin mulai dari lahir sampai ia meninggalkan pementasannya dari panggung Tuhan alias mati. Tidak luput juga bahwa ketika seorang pemain sandiwara sebelum memainkan perannya di panggung, ia harus terlebih dahulu melalui proses penggemblengan yang cukup lama dan keras, agar nantinya dapat menghasilkan sebuah karya pementasan yang spektakuler dan berkesan. “Gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan nama”.

1. Sebelum pementasan teater terlebih dahulu memilih sekenario mana yang baik dan siap untuk dipentaskan dalam panggung pementasan. “Katakanlah; hai orang-orang kafir. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku” (Al-Kafirun: 1-6)

2. Seorang penulis dan sutradara skenario memberikan petunjuk kepada para pemain akan isi, maksud dan tujuan skenario itu agar para pemerannya mengetahui karakter apa yang akan diperankannya nanti. Jika diibaratkan dalam panggung sandiwara Tuhan (Dunia) atau kehidupan sehari-hari, seorang penulis dan sutradara skenario adalah Tuhan itu sendiri (Allah Tuhan Yang Esa). sedangkan skenarionya adalah al Qur’an yang mana sebagai petunjuk manusia guna memainkan sandiwaranya di dunia dengan lakon dan karakter yang diberikan Allah untuk dirinya. Maka bersyukurlah jika kita mendapatkan petunjuk untuk memerankan diri kita sebagai manusia di panggung sandiwara-Nya sebagai orang yang baik bukan memerankan karakter antagonis (jelek). Jangan pernah sekali-kali merubah karakter kita sebagai manusia untuk mengingkari petunjuk dari sang penulis skenario dan sutradara jika tidak ingin mendapatkan cibiran (tertawaan) dari penonton. Firman Allah Swt; “Jika kalian mensyukuri akan segala nikmat yang telah Aku berkan kepadamu maka akan Aku tambahkan nikmat-Ku kepada kalian. Akan tetapi jika kalian ingkar akan segala nikmat-Ku maka sesungguhnya adzab-Ku sangatlah pedih”. “Sesungguhnya Aku (Allah) tidak menciptakan Jin (pemeran yang buruk) dan manusia (pemeran yang baik) kecuali untuk menyembah-Ku (Taat kepada Sang Pencipta Sekenario dan Sutradara Dunia)Allah A’lam.

3. Setiap lakon diharuskan untuk membaca serta menghayati skenario agar mengerti peran apa dan bagaimana yang harus dimainkanya diatas panggung nantinya yang akan disaksikan oleh banyak penonton (penikmat seni) lainnya. Jadi ketika manusia hidup haruslah mempelajari, mamahami serta membaca akan kandungan-kandungan isi skenario Tuhan (al qur’an) agar manusia hidup di dunia tidak terjerumus dalam kesesatan-kesesatan yang akan di perankan oleh kaum antagonis iblis, syetan dkk. “Barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah, maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus” (Ali Imran: 101). Dan tetaplah berusaha untuk bermain karakter yang ia perankan sebaik mungkin seperti yang telah ditunjukkan oleh sutradara dan penulis skenario drama.

4. Mulai melatih diri dengan peran yang akan kita perankan di atas panggung sedini mungkin. Belajarlah dan berlatihlah mulai dini (kecil) karena belajar ketika masih kecil bagaikan mengukir diatas batu sedangkan belajar dan berlatih ketika sudah dewasa seperti mengukir di atas air (mudah hilang). “Ajarilah anak-anak kalian dengan puisi sejak kecil” (Sayyidah Aisyah istri Rosulullah Saw). “Mencari ilmu mulai dari buaian sampai ke liang lahat” (al hadist). Jadi berlatih belajar pementasan teater mulai dari ia mendapatkan skenario sampai ia mau mementaskan perannya diatas panggung masih mendapatkan ajaran, baik dari sang sutradara maupun dari kawan bermainnya.

5. Kemudian tatkala sedang pentas diatas panggung diharuskan sang pemain agar bermain secara totalitas agar mendapatkan hasil karya yang terbaik buat dirinya dan penonton yang sedang menyaksikan pementasannya. Ibaratkan pentas diatas panggung untuk yang terakhir kalinya agar mendapatkan hasil yang sangat optimal dan baik. Begitu juga ketika kita sedang mementaskan peranan kita sebagai pemain sandiwara (manusia) di dunia, maka kita tidak perlu tanggung-tanggung memerankan diri kita secara total. Kita hidup di dunia ini hanyalah sekali saja seumur hidup. Maka mainkan peranan kita sebaik mungkin untuk mendapatkan aplaus dan tepuk tangan dari penonton serta pujian dari penulis sekenario dan sutradara diakhir pementasan. “Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barang siapa yang menghendaki pahala dunia niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu dan barangsiapa yang menghendaki pahala akhirat maka Kami akan berikan (pula) kepadanya pahala akhirat dan Kami juga akan memberikan balasan kepada orang-orang yang bersyukur” (Al Imran: 145).

Apabila di pertengahan pementasan terdapat suatu kesalahan maka seorang pemain sandiwara diperbolehkan untuk melakukan improvisasi (berbuat untuk menutupi kesalahanya dalam akting) dan secepatnya kembali semula kepada peran yang telah dimainkannya sesuai skenario. Agar tidak terjadi kesalahan yang besar dan fatal selanjutnya. “Sesungguhnya Tuhan-mu (mengampuni) bagi orang-orang yang mengerjakan kesalahan karena kebodohannya. Kemudian mereka bertobat sesudah itu dan memperbaiki (dirinya). Sesungguhnya Tuhan-mu sesudah itu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (An Nahl: 119).

Panggung teater merupakan salah satu bentuk terkecil dari aplikasi sandiwara dunia yang diciptakan Allah untuk kita perankan dengan sebaik-baiknya. Orang bergelut dalam dunia teater tidak selamanya teridentikkan dengan keburukannya, akan tetapi cobalah untuk melihat kepada sisi positifnya yang lain. Biasanya orang yang bergelut dalam dunia seni baik yang bergelut ke teater atau yang lainnya, hubungan persaudaraan, persahabatan diantara mereka sangatlah kental sekali. Hal-hal yang positif beginilah yang harus kita contoh dan aplikasikan ke dalam kehidupan keseharian.

Prinsip teater yang utama adalah bisa memerankan suatu peran yang mungkin saja tidak ada pada diri kita. Akan tetapi kita dituntut untuk bisa memerankan karakter itu. Aplikasi ajaran itu sangat berdampak positif sekali jika pelakon mau menyadari dan memahaminya. Jadilah diri sendiri tapi juga harus bisa menjadi orang lain. “Lihatlah dalam hal dunia itu ke bawahmu akan tetapi dalam hal akhirat lihatlah ke atasmu”. Allah A’lam Bishawwab.

Dialah Allah yang menciptakan, yang mengadakan, yang membentuk rupa, yang mempunyai nama-nama paling baik. Bertasbih kepada-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. Dan Dialah Yang Maha Perkasa Lagi Maha Bijaksana”. (Al-Hasyr: 24)

* aku manusia rendah yang tidak memiliki apa-apa mendapat kepercayaan sanggar mungilku Lingkaran Sastra Papyrus PCI-Muhammadiyah Kairo sebagai kepala keluarga periode: 2007-2008.


Label: edit post
0 Responses

Posting Komentar

  • Translate Language

    English French German Spain Italian Dutch

    Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

    Sekilas Tentang PAPYRUS

    Lingkaran Sastra Papyrus satu-satunya lembaga kajian yang berada di bawah naungan Majelis Seni Budaya dan Olah Raga Pimpinan Cabang Istimewa Muhamadiyah Kairo dari periode 2006-2009 sampai sekarang. Di usianya yang sangat relatif muda, Lingkaran Sastra Papyrus senantisa mencoba dan mencoba untuk berusaha memperbaharui serta memperbaiki kreativitas berkarya yang dimiliki oleh seluruh anggota keluarga guna mencapai titik tertinggi kesuksesan berkreasi dan berkarya.

    Kolom Papyrus

    Jejak Pengunjung


    ShoutMix chat widget